Bab 1: Kabar dari Menteng
Detektif Rio sedang menikmati pagi di teras rumahnya ketika ponselnya bergetar. Panggilan dari seorang petinggi di Kementerian Luar Negeri menginterupsi ketenangannya.
"Rio, kami butuh Anda. Seorang diplomat muda kami ditemukan tewas di kamar kosnya. Semua tampak seperti bunuh diri… tapi ada yang tidak beres."
Rio segera bergegas ke tempat kejadian: sebuah kamar kos di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Korbannya adalah Bagas Aditya, 29 tahun, diplomat muda berprestasi, lulusan luar negeri, baru pulang dari misi kemanusiaan di Asia Tenggara.
Bab 2: Kamar yang Terlalu Rapi
Rio mengamati kamar kos sederhana itu. Bagas ditemukan tergantung di jendela dengan tali sabuk koper. Polisi menyimpulkan bunuh diri. Namun, bagi Rio, ruangan itu terlalu rapi untuk seseorang yang sedang depresi.
Di meja kerja, sebuah laptop terbuka dengan layar padam. Tapi Rio melihat goresan kecil di tepi meja, seolah ada benda tajam diletakkan terburu-buru. Di lantai, ada tetesan kecil tinta merah, bukan darah.
"Dia sempat menulis sesuatu," gumam Rio.
Bab 3: Jejak Digital dan Data Terlarang
Setelah berhasil mengakses laptop korban dengan metode forensik, Rio menemukan folder terenkripsi bernama “NexusTrade”. Isinya: laporan rahasia tentang jaringan perdagangan manusia lintas negara. Termasuk beberapa nama pejabat asing dan lokal yang terlibat—bahkan seorang anggota parlemen dari negara tetangga.
Namun, file itu tidak bisa dibuka sepenuhnya. Sebagian telah dihapus secara permanen. Tapi satu pesan tersisa di notepad digital:
"Jika aku hilang, bukan karena aku lemah. Aku hanya tak bisa mempercayai siapa pun lagi."
Bab 4: Sandi, Cermin, dan Selembar Tiket
Rio memperhatikan sesuatu di belakang cermin kamar Bagas. Sebuah amplop kecil diselipkan di sudutnya. Di dalamnya: tiket bus ke Semarang dan flashdisk kecil.
Isi flashdisk: rekaman suara Bagas.
“Aku tahu mereka mengincarku. Aku mencium kebusukan bahkan di antara diplomat sendiri. Aku harus serahkan bukti ini ke wartawan investigasi di Semarang.”
Namun, Bagas tak pernah sampai ke terminal. Ia tewas malam sebelum keberangkatan.
Bab 5: Siapa Membungkam Bagas?
Rio menelusuri siapa saja yang terakhir berinteraksi dengan korban. Seorang senior di Kemenlu, Dr. H, diketahui berhubungan dekat dengan Bagas. Tapi ia menyangkal terlibat.
Rio menemukan bukti CCTV bahwa seseorang berpakaian ojek online masuk ke kos malam itu. Ia tidak keluar hingga dua jam kemudian.
Rio menyimpulkan: Bagas tidak bunuh diri. Ia dibunuh dan dijebak agar tampak seperti bunuh diri.
Bab 6: Diplomasi Kotor dan Ancaman Nyata
Penelusuran Rio membawanya pada organisasi bayangan yang menyamar sebagai LSM kemanusiaan. LSM itu sebenarnya menjadi kedok perdagangan manusia skala internasional, dan Bagas menemukan semua jejak kejahatan ini.
Saat Rio menyerahkan data yang berhasil dipulihkan kepada Komnas HAM dan Interpol, ancaman mulai datang ke ponselnya, emailnya, bahkan rumahnya.
Namun bagi Rio, ini bukan hal baru.
“Kebenaran selalu dibayar mahal. Tapi lebih mahal lagi jika kita membiarkannya terkubur.”
Bab 7: Akhir yang Terbuka
Pelaku langsung belum tertangkap. Tapi jaringan perdagangan manusia mulai runtuh. Beberapa diplomat yang disebut dalam file Bagas dipanggil untuk diperiksa. Nama Bagas akhirnya dibersihkan—dan dikenang sebagai pahlawan diam-diam.
Rio menatap salinan data terakhir dari Bagas yang kini ia simpan dengan aman. Di bawah labelnya, tertulis:
"Untuk Mereka yang Masih Bisa Diselamatkan."
Akhir.
Kebenaran kadang datang dari kamar kos yang sunyi… dan dari kematian yang berteriak tanpa suara.
No comments:
Post a Comment