Isu korupsi berjamaah di tubuh DPR RI sudah lama tercium, tapi kali ini berbeda. Skandal demi skandal terungkap: mulai dari mark-up proyek fiktif, hingga rekening gendut milik para anggota dewan. Yang membuat rakyat benar-benar marah adalah sederet undang-undang yang dianggap menjerat, bukan menolong.
-
Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan yang membuat rakyat kecil kian susah memiliki rumah.
-
UU Royalti Lagu yang bahkan menjerat pedagang kecil yang sekadar memutar musik di warung.
-
Serta sederet aturan lain yang dianggap hanya menguntungkan segelintir elite.
Tanggal 21 Agustus 2025 ditetapkan sebagai titik mula. Ribuan massa dari berbagai daerah mulai bergerak menuju ibu kota. Mereka menyebutnya “Aksi Penyelamatan Rakyat”.
Detektif Rio Terjun ke Jalanan
Detektif Rio, yang biasanya bergulat dengan kasus kriminal dan misteri internasional, kali ini tak bisa tinggal diam. Ia mendapat laporan rahasia dari jaringan informan: ada upaya kotor untuk menyusupkan provokator bayaran agar aksi rakyat berakhir ricuh.
Malam 20 Agustus, Rio menyusuri gang di Senayan. Dengan mantel panjang dan catatan kecil di saku, ia bertemu seorang mahasiswa yang memimpin aksi.
Mahasiswa: “Bang Rio, rakyat siap turun. Tapi kami takut… kalau rusuh, semua tuntutan bisa hilang.”Rio: “Itu yang mereka inginkan. Ricuh, lalu opini dibalik. Tugasku memastikan suara rakyat tetap murni.”
21 Agustus 2025 – Gelombang Pertama
Hari itu, jalanan menuju DPR penuh lautan manusia. Detektif Rio berdiri di antara massa, mengamati wajah-wajah penuh amarah bercampur harapan. Spanduk besar bertuliskan:
“KORUPSI BERJAMAAH = PENGKHIANATAN BERNEGARA”
Namun di balik kerumunan, Rio menangkap sinyal mencurigakan. Ada sekelompok orang dengan tas ransel besar, wajah asing, dan komunikasi lewat earphone. Mereka bukan demonstran sejati—mereka adalah provokator.
Dengan cepat, Rio membuntuti mereka. Benar saja, mereka membawa botol berisi bensin dan kembang api. Rencana mereka: meledakkan pagar DPR agar massa pecah.
Rio bergerak cepat, melumpuhkan salah satu provokator dengan kuncian tangan. Namun ia tahu, ini baru permulaan.
Menuju Puncak – 25 Agustus 2025
Hari demi hari, aksi semakin besar. Rakyat dari seluruh penjuru negeri berdatangan. Media internasional mulai meliput. Tekanan semakin kuat: rakyat menuntut pembubaran DPR RI sebagai simbol perlawanan terhadap korupsi sistematis.
Malam sebelum puncak aksi, Rio berhasil mengungkap fakta mengejutkan: ada oknum pejabat yang membiayai provokator untuk membuat kerusuhan, agar rakyat terlihat anarkis. Ia menyimpan bukti berupa rekaman transaksi gelap antara anggota dewan dan kelompok bayaran.
25 Agustus 2025 – Panggung Terakhir
Hari itu, jutaan rakyat memadati Senayan. Suasana mencekam. Aparat berjaga dengan tameng, sementara orator rakyat berteriak lantang:
“Kami bukan musuh negara! Musuh kami adalah pengkhianat yang duduk di kursi DPR!”
Saat ketegangan memuncak, sekelompok provokator kembali mencoba membuat kekacauan. Namun kali ini, Rio maju ke panggung. Ia menunjukkan bukti rekaman di depan massa dan media:
Rio: “Rakyat! Lihatlah, kerusuhan ini dirancang agar suara kalian dibungkam. Yang kalian lawan bukan hanya korupsi, tapi konspirasi kotor yang ingin memadamkan perlawanan!”
Sorak massa bergemuruh. Aparat yang semula tegang mulai ragu. Media menyiarkan langsung. Para provokator tertangkap di tempat, bukti rekaman dibagikan secara luas.
Aksi tetap damai. Gelombang manusia duduk bersila, menyanyikan lagu-lagu perjuangan.
Epilog
Tanggal 25 Agustus 2025 tercatat dalam sejarah. Meski tuntutan pembubaran DPR RI masih menjadi perdebatan hukum, satu hal jelas: rakyat bersatu. Mereka tidak lagi takut.
No comments:
Post a Comment