“Tuanku
banyak ternak kami raib saat berada di bukit Lamyong,” keluh seorang peternak.
“Terkadang bukit itu menyebabkan gempa bumi sehingga sering terjadi longsor dan
membahayakan orang yang kebetulan lewat dibawahnya,” tambah yang lainnya.
“Sejak kapan kejadian itu?” Tanya Sultan Meurah. “Sudah lama Tuanku, menjelang
Ayahanda Tuanku mangkat,” jelas yang lain.
Sesampai
di istana Sultan memanggil sahabatnya Renggali, adik dari Raja Linge Mude.
“Dari dulu aku heran dengan bukit di Lamnyong itu,” kata Sultan Meurah.
“Mengapa ada bukit memanjang disana padahal disekitarnya rawa-rawa yang selalu
berair,” sambung Sultan Meurah. “Menurut cerita orang tua, bukit itu tiba-tiba
muncul pada suatu malam,” jelas Renggali, “abang hamba, Raja Linge Mude, curiga
akan bukit itu saat pertama sekali ke Kuta Raja, seolah-olah bukit itu
mamanggilnya,” tambahnya. “Cobalah engkau cari tahu ada apa sebenarnya dengan bukit
itu!” Perintah Sultan.
Maka
berangkatlah Renggali menuju bukit itu, dia menelusuri setiap jengkal dan sisi
bukit tersebut, mulai dari pinggir laut di utara sampai ke kesisi selatan,
“bukit yang aneh, “bisik Renggali dalam hati. Kemudian dia mendaki bagian yg
lebih tinggi dan berdiri di atasnya, tiba-tiba dari bagian di bawah kakinya
mengalir air yang hangat. Renggali kaget dan melompat kebawah sambil berguling.
“Maafkan hamba putra Raja Linge!” Tiba-tiba bukit yang tadi di pinjaknya
bersuara. Renggali kaget dan segera bersiap-siap, “siapa engkau?” Teriaknya.
Air yg mengalir semakin banyak dari bukit itu membasahi kakinya, “hamba naga
sahabat ayahmu,” terdengar jawaban dari bukit itu dikuti suara gemuruh.
Renggali
sangat kaget dan di perhatikan dengan seksama bukit itu yang berbentuk kepala
ular raksasa walaupun di penuhi semak belukar dan pepohonan. “Engkaukah itu?
Lalu di mana ayahku? Tanya Renggali. Air yang mengalir semakin banyak dan
menggenangi kaki Renggali. “Panggilah Sultan Alam, hamba akan buat pengakuan!”
Isak bukit tersebut. Maka buru-buru Renggali pergi dari tempat aneh tersebut.
Sampai di istana hari sudah gelap, Renggali menceritakan kejadian aneh tersebut
kepada Sultan.
“Itukah Naga Hijau yang menghilang
bersama ayahmu?” Tanya Sultan Meurah penasaran. “Mengapa dia ingin menemui
ayahku, apakah dia belum tahu Sultan sudah mangkat?” tambah Sultan
Meurah. Maka berangkatlah mereka berdua ke bukit itu, sesampai disana tiba-tiba
bukit itu bergemuruh. “Mengapa Sultan Alam tidak datang?” Suara dari bukit.
“Beliau sudah lama mangkat, sudah lama sekali, mengapa keadaanmu seperti ini
Naga Hijau? Kami mengira engkau telah kembali ke negeri mu, lalu dimana Raja
Linge?” Tanya Sultan Meurah. Bukit itu begemuruh keras sehingga membuat
ketakutan orang-orang tinggal dekat bukit itu.
“Hukumlah hamba Sultan Meurah,”
pinta bukit itu. “Hamba sudah berkhianat, hamba pantas dihukum,”
lanjutnya. “Hamba sudah mencuri dan menghabiskan kerbau putih hadiah dari Tuan
Tapa untuk Sultan Alam yang diamanahkan kepada kami dan hamba sudah membunuh
Raja Linge,” jelasnya. Tubuh Renggali bergetar mendengar penjelasan Naga Hijau,
“bagaimana bisa kamu membunuh sahabatmu sendiri?” Tanya Renggali.
“Awalnya hamba diperintah oleh
Sultan Alam untuk mengantar hadiah berupa pedang kepada sahabat-sahabatnya,
semua sudah sampai hingga tinggal 2 bilah pedang untuk Raja Linge dan Tuan
Tapa, maka hamba mengunjungi Raja Linge terlebih dahulu, beliau juga berniat ke
tempat Tuan Tapa untuk mengambil obat istrinya, sesampai di sana Tuan Tapa menitipkan
6 ekor kerbau putih untuk Sultan Alam, kerbaunya besar dan gemuk.
Karena ada amanah dari Tuan Tapa
maka Raja Linge memutuskan ikut mengantarkan ke Kuta Raja, karena itu kami
kembali ke Linge untuk mengantar obat istrinya. Namun di sepanjang jalan hamba
tergiur ingin menyantap daging kerbau putih tersebut maka hamba mencuri 2
ekor kerbau tersebut dan hamba menyantapnya, Raja Linge panik dan mencari
pencurinya lalu hamba memfitnah Kule si raja harimau sebagai pencurinya, lalu
Raja Linge membunuhnya.
Dalam perjalanan dari Linge ke Kuta
Raja kami beristirahat di tepi sungai Peusangan dan terbit lagi selera hamba
untuk melahap kerbau yang lezat itu, lalu hamba mencuri 2 ekor lagi, Raja Linge
marah besar lalu hamba memfitnah Buya si raja buaya sebagai pencurinya maka
dibunuhlah buaya itu. Saat akan masuk Kuta Raja, Raja Linge membersihkan diri
dan bersalin pakaian ditepi sungai, lalu hamba mencuri 2 ekor kerbau dan
menyantapnya tetapi kali ini Raja Linge mengetahuinya lalu kami bertengkar dan
berkelahi, Raja Linge memiliki kesempatan membunuh hamba tetapi dia tidak
melakukannya sehingga hamba lah yang membunuhnya,” cerita naga sambil berurai
air mata.
“Maafkanlah
hamba, hukumlah hamba!” terdengar isak tangis sang naga. Mengapa engkau
terjebak disini?” Tanya Sultan Meurah. “Raja Linge menusukkan pedangnya
ke bagian tubuh hamba sehingga lumpuhlah tubuh hamba kemudian terjatuh
dan menindihnya, sebuah pukulan Raja Linge ke tanah membuat tanah terbelah dan
hamba tertimbun di sini bersamanya,” jelas sang naga.
“Hamba
menerima keadaan ini, biarlah hamba mati dan terkubur bersama sahabat hamba,”
pinta Naga Hijau. “Berilah dia hukuman Renggali, engkau dan abangmu lebih
berhak menghukumnya,” kata Sultan Meurah. “Ayah hamba tidak ingin membunuhnya,
apalagi hamba, hamba akan membebaskannya,” jawab Renggali. “Tidak! Hamba ingin
di hukum sesuai dengan perbuatan hamba,” pinta Naga Hijau. “Kalau begitu
bebaskanlah dia!” Perintah Sultan Meurah.
Maka
berjalanlah mereka berdua mengelilingi tubuh naga untuk mencari pedang milik
Raja Linge, setelah menemukannya, Renggali menarik dengan kuat dan terlepaslah
pedang tersebut namun Naga Hijau tetap tidak mau bergerak. “Hukumlah hamba
Sultan Meurah!” Pinta Naga Hijau. “Sudah cukup hukuman yang kamu terima dari
Raja Linge, putranya sudah membebaskanmu, pergilah ke negerimu!” Perintah
Sultan Meurah.
Sambil
menangis naga tersebut menggeser tubuhnya dan perlahan menuju laut. Maka
terbentuklah sebuah alur atau sungai kecil akibat pergerakan naga tersebut.
Maka di kemudian hari daerah di pinggiran Kuta Raja itu disebut Alue Naga,
disana terdapat sebuah sungai kecil yang disekitarnya di penuhi rawa-rawa yang
selalu tergenang dari air mata penyesalan seekor naga yang telah mengkhianati
sahabatnya.
No comments:
Post a Comment