Detektif Rio : Curahan Terakhir di Tepian Citarum - (Pembunukan Karyawati Mini Market)

Kisah Investigasi Detektif Rio dalam Kasus Pembunuhan Dina Oktaviani




Bab 1 — Jasad di Sungai

Pagi 7 Oktober 2025, kabut tipis masih menyelimuti tepian Sungai Citarum, Desa Curug, Karawang. Air sungai yang tenang mendadak bergolak oleh teriakan warga.
“Tubuh manusia! Ada tubuh mengapung!”

Polisi tiba beberapa menit kemudian. Tubuh seorang perempuan muda tanpa busana, membujur kaku di antara ranting dan sampah sungai. Di tangannya, masih menempel gelang emas yang sudah kusam oleh air.

Ketika Detektif Rio datang, ia langsung tahu: ini bukan kasus kecelakaan biasa.
“Lihat posisi tubuhnya,” katanya pada polisi setempat. “Orang ini dibuang, bukan hanyut. Dan pelakunya ingin menghapus jejak—tapi gagal.”

Hasil identifikasi cepat menunjukkan nama: Dina Oktaviani (21), karyawati minimarket di Rest Area KM 72A Tol Cipularang, Purwakarta. Ia dilaporkan hilang dua hari sebelumnya oleh rekan kerja.





Bab 2 — Curahan yang Berujung Maut

Detektif Rio memulai penyelidikan dari tempat kerja Dina. Di sana, ia berbicara dengan karyawan lain.
“Dia gadis ceria, Pak. Sering curhat sama Pak Heryanto, supervisornya. Katanya Pak Heryanto orangnya perhatian.”

Nama itu langsung dicatat Detektif Rio : Heryanto (27).

Dari pesan singkat di ponsel Dina, yang ditemukan di lokasi berbeda setelah dihapus pelaku, Detektif Rio menemukan percakapan terakhir:

Dina: “Aku cuma mau curhat sebentar, Kak. Aku masih kepikiran mantan.”
Heryanto: “Datang aja ke rumah. Kita ngobrol baik-baik. Aku bantu kamu.”

Pesan itu dikirim Minggu sore, 5 Oktober 2025. Dan malam itu juga, Dina tak pernah kembali.

Detektif Rio menatap layar ponsel itu lama. “Pertemuan terakhir itu... jebakan.”


Bab 3 — Rumah Sunyi di Purwakarta

Dengan bantuan Tim Taktis Sanggabuana Polres KarawangDetektif Rio menelusuri alamat Heryanto. Rumah kecil di pinggiran Purwakarta itu tampak biasa, tapi di dalamnya, aroma busuk kejahatan masih tersisa.

Di lantai ruang tamu, tim forensik menemukan jejak seretan darah yang diseka setengah bersih. Ada potongan rambut panjang terjebak di kaki meja.
Detektif Riomemeriksa sofa. Serat kain terkelupas, seolah ada pergulatan keras.

“Dia dicekik di sini,” gumam Detektif Rio. “Pelaku menyekapnya, lalu baru sadar... dia telah melampaui batas.”


Bab 4 — Jejak Mobil dan Sungai

Dalam pemeriksaan CCTV di jalan lintas Purwakarta–Karawang, terekam mobil minibus abu-abu lewat pukul 23.15. Di dalamnya, satu orang tampak gugup menyetir dengan lampu kabin menyala.

Detektif Riomemperbesar rekaman. “Itu Heryanto.”

Polisi segera menyisir jalur itu. Dari bekas lumpur di ban mobil, dipastikan kendaraan itu berhenti di dekat jembatan kecil Citarum, Curug—lokasi ditemukannya mayat.
Pelaku membuang tubuh korban ke sungai, dengan bantuan dua orang rekannya yang tak tahu bahwa kardus berisi jenazah.


Bab 5 — Pengakuan yang Dingin

Pukul 18.30, 8 Oktober 2025, tim gabungan menangkap Heryanto di tempat kerja.
Ia tak melawan. Wajahnya pucat. Seragam merah minimarket masih melekat di tubuhnya.

“Kenapa kau lakukan itu, Heryanto?” tanya Detektif Riopelan.

Heryanto menunduk. “Dia... datang ke rumahku, cuma mau curhat. Tapi aku lagi banyak utang, Pak. Aku khilaf... aku cuma mau ambil barangnya buat bayar rentenir.”

Detektif Rio menatap tajam. “Lalu setelah dia mati? Apa itu juga khilaf?”

Tak ada jawaban. Hanya air mata penyesalan yang terlambat.


Bab 6 — Rekonstruksi Dosa

Dalam rekonstruksi kasus, Detektif Rio memperhatikan setiap detail. Saat Dina tiba, suasana normal. Mereka berbincang, minum teh. Ketika Dina hendak pulang, pelaku berusaha menahan, merayu, lalu mulai menyerang.

Korban melawan, memukul dada pelaku. Emosi memuncak. Heryanto mencekik hingga napas gadis muda itu berhenti.
Setelah itu, ia melakukan tindakan tidak senonoh terhadap jasad korban, lalu mengambil ponsel dan perhiasan untuk dijual.

Tubuh Dina dibungkus kardus, diangkut menggunakan mobil, dan dibuang ke sungai.

Detektif Rio menatap hasil rekonstruksi itu dengan rahang mengeras.
“Kepercayaan dan niat baik, jika dipelintir oleh nafsu dan tekanan hidup, bisa menjelma jadi iblis,” katanya lirih.


Bab 7 — Sisi Gelap yang Terungkap

Dalam interogasi terakhir, Detektif Rio mencoba menembus batin Heryanto.
“Kau tahu, Dina percaya padamu. Dia anggap kau teman curhat yang aman.”

Heryanto menangis. “Saya tahu, Pak. Saya menyesal... saya cuma ingin bantu dulu, tapi lama-lama saya... merasa punya dia. Padahal bukan siapa-siapa.”

Detektif Rio berdiri. “Itu bukan cinta, Heryanto. Itu obsesi. Dan obsesi, bila tak dikendalikan, membunuh lebih cepat dari pisau.”


Bab 8 — Epilog: Air yang Menyimpan Rahasia

Kasus dilimpahkan ke Polres Purwakarta. Heryanto dijerat pasal berlapis—pembunuhan berencana, kekerasan seksual, dan perampasan. Ia terancam hukuman seumur hidup.

Detektif Rio berdiri di tepian Sungai Citarum tempat Dina ditemukan. Air kembali tenang. Namun baginya, sungai itu telah menjadi saksi bisu tentang kepercayaan yang dikhianati.

“Dina hanya ingin melupakan luka lamanya,” ujar Detektif Rio pelan. “Tapi justru bertemu dengan luka yang terakhir.”

Ia menatap jauh, angin lembut menyapu wajahnya. Kasus selesai, tapi rasa getirnya masih menggantung—tentang manusia yang bisa berubah menjadi monster hanya karena kehilangan kendali atas dirinya sendiri.


“Tidak ada pembunuhan yang benar-benar terjadi tiba-tiba,” gumam Detektif Rio saat menutup berkas kasus itu.
“Semuanya dimulai dari satu hal kecil yang diabaikan — rasa iba, rasa percaya, atau sekadar curhat yang salah tempat.”




🕯️ Kasus Dina Oktaviani menorehkan luka di hati banyak orang. Tapi bagi Detektif Detektif Rio , setiap luka adalah pesan: bahwa kejahatan sering lahir bukan dari kebencian… melainkan dari kelengahan.



By: @RSW

No comments: