Cara Halus Melupakan Kejayaan Leluhur Nusantara
Ketika Kejeniusan Diremehkan oleh Mitos
Mari berhenti sejenak dari legenda, dan melihat kenyataan.
Dibangun sekitar abad ke-9 Masehi oleh Dinasti Sanjaya, kompleks ini terdiri dari sekitar 240 candi, dengan Candi Siwa sebagai pusatnya—menjulang setinggi 47 meter.
Yang membuatnya menakjubkan bukan hanya ukurannya, tetapi bagaimana ia dibangun:
-
Disusun tanpa semen
-
Menggunakan teknik interlock batu yang sangat presisi
-
Reliefnya penuh detail, proporsi, dan narasi visual tingkat tinggi
-
Orientasi bangunannya selaras dengan perhitungan astronomis dan kosmologi Hindu
Untuk membangun mahakarya seperti ini, dibutuhkan:
-
Ribuan tenaga terampil
-
Arsitek dan ahli matematika
-
Pengetahuan geologi dan teknik konstruksi
-
Sistem sosial, logistik, dan pemerintahan yang matang
Namun semua pencapaian itu sering diringkas hanya dengan satu kalimat:
“Ah, itu kan dibantu jin.”
Satu kalimat sederhana, yang secara tak sadar menghapus puluhan tahun kerja keras manusia Jawa kuno.
Pola yang Terulang, Bukan Kebetulan
Prambanan bukan satu-satunya.
Narasi serupa muncul berulang kali di berbagai situs besar Nusantara:
-
Borobudur → disebut hasil kerja raksasa
-
Gunung Padang → diklaim bangunan jin
-
Sukuh dan Cetho → diselimuti mistik berlebihan
Akibatnya, masyarakat modern tidak lagi memandang situs-situs ini sebagai hasil rekayasa manusia cerdas, melainkan sebagai keajaiban tak masuk akal.
Padahal seharusnya kita berkata:
“Jika leluhur kita mampu membangun ini, berarti mereka setara dengan peradaban besar dunia.”
Jejak Kepentingan Kolonial
Di sinilah cerita menjadi lebih dalam.
Sejumlah sejarawan, termasuk Agus Aris Munandar, menyinggung bahwa pada masa kolonial Belanda, kisah-kisah mistis semacam ini tidak diluruskan—bahkan justru dipelihara dan dipopulerkan.
Caranya halus:
-
Lewat buku pelajaran kolonial
-
Lewat pengumpulan folklor yang diseleksi
-
Lewat penafsiran ulang cerita rakyat
Tujuannya tidak perlu ditulis terang-terangan:
-
Mengaburkan fakta bahwa pribumi pernah memiliki peradaban tinggi
-
Melemahkan kebanggaan sejarah
-
Mencegah kesadaran kolektif yang bisa memicu perlawanan
Arkeologi Tidak Berdongeng
Berbeda dengan legenda, arkeologi berbicara lewat bukti.
Dan bukti-bukti itu sangat jelas:
-
Prasasti abad ke-9 menyebut tokoh nyata:Rakai Pikatan, Pramodhawardhani
-
Struktur bangunan menunjukkan perhitungan teknik dan kosmologi tinggi
-
Ditemukan jejak permukiman pekerja, alat-alat, dan sistem pendukung di sekitar Prambanan
Semua ini menunjuk pada satu kesimpulan yang sederhana namun tegas:
Candi Prambanan dibangun oleh manusia.Bukan jin.
Lalu, dari Mana Kisah Bandung Bondowoso?
Versi yang kita kenal hari ini muncul dari babad dan serat yang ditulis pada abad ke-18 hingga ke-19, jauh setelah Prambanan berdiri.
Namun ketika legenda menggantikan sejarah, di situlah masalah dimulai.
Penutup: Mengembalikan Martabat Leluhur
Kini, semakin banyak orang mulai sadar.
Kisah Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang mungkin bukan sekadar dongeng polos. Ia bisa menjadi tirai halus yang membuat kita lupa bahwa:
-
Leluhur Nusantara itu hebat
-
Mereka cerdas
-
Mereka mampu membangun mahakarya dunia dengan tangan dan pikiran mereka sendiri
Tanpa bantuan jin.
No comments:
Post a Comment