Saturday, December 06, 2025

Banjir dan Longsor Melanda 3 Provinsi di Sumatra: Korban Tewas Ratusan, Ribuan Mengungsi




Banjir dan longsor melanda tiga provinsi di Pulau Sumatra—Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh—sejak akhir November 2025. Bencana ini menyebabkan ratusan orang meninggal dunia, puluhan ribu mengungsi, serta rumah dan fasilitas umum rusak atau hanyut terbawa arus.

Penyebab Utama Menurut Badan Geologi

Menurut Badan Geologi Kementerian ESDM, bencana terjadi di lima kabupaten:
Humbang Hasundutan, Agam, Mandailing Natal, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara.

Tiga faktor utama pemicu bencana adalah:

  1. Curah hujan ekstrem

  2. Kondisi geomorfologi yang curam

  3. Struktur batuan (litologi) yang lapuk dan mudah tererosi

“Curah hujan ekstrem menjadi faktor paling dominan,” kata Lana Saria dari Badan Geologi.


Data Korban Bencana

Hingga Minggu malam (30/11), BNPB mencatat:

Sumatra Utara

  • 217 orang meninggal dunia

  • 209 orang belum ditemukan
    Sebagian besar korban ditemukan di wilayah Tapanuli Selatan.

Aceh

  • 96 orang meninggal

  • 75 orang hilang
    Data berasal dari 11 kabupaten/kota terdampak.

Sumatra Barat

  • 129 orang meninggal

  • 118 orang belum ditemukan

Menurut Kepala BNPB, kondisi Sumatra Barat mulai membaik karena hujan sudah berhenti, namun Sumatra Utara dan Aceh masih sangat terdampak.

Selain itu:

  • 43 jembatan putus

  • 31 ruas jalan terputus

  • 35 lokasi terjadi longsor


Pemerintah Gerak Cepat untuk Pemulihan

Menko PMK Pratikno menegaskan pemerintah akan mempercepat pemulihan layanan dasar.

“Tanggap darurat harus segera selesai agar proses rehabilitasi dan rekonstruksi bisa dimulai,” ujarnya.

Jumlah pengungsi terus bertambah, terutama warga yang sebelumnya mengungsi mandiri dan kini pindah ke titik pengungsian resmi. Pemerintah juga mempercepat pembangunan hunian sementara bagi warga yang kehilangan rumah.


Mengapa Bencana Bisa Sebesar Ini?

Menurut Dr. Annisa Trisnia Sasmi dari Fakultas Geografi UMS, bencana ini tidak memiliki satu penyebab tunggal. Ini terjadi karena pertemuan antara:

  1. Ancaman alam (hazard)

  2. Kerentanan wilayah

  3. Rendahnya kapasitas penanggulangan

1. Faktor Alam: Hujan Ekstrem dan Siklon

Curah hujan mencapai 300 mm per hari, sangat ekstrem untuk wilayah tropis.
Hujan makin parah karena adanya Siklon Tropis Senyar di Selat Malaka yang menarik banyak uap air ke wilayah Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara.

Daerah yang terdampak juga banyak berada di dataran rendah atau hilir sungai, sehingga menjadi tempat berkumpulnya aliran air dari pegunungan.

2. Kondisi Tanah Tidak Mampu Menyerap Air

Banyak wilayah memiliki tanah lempung yang sulit menyerap air.
Saat hujan ekstrem:

  • tanah cepat jenuh

  • air berubah menjadi limpasan permukaan

  • sungai tidak mampu menampung debit air

Ini menyebabkan banjir besar dalam waktu singkat.

3. Faktor Manusia: Deforestasi dan Alih Fungsi Lahan

Bencana diperparah oleh kerusakan lingkungan, seperti:

  • pembalakan liar di Bukit Barisan

  • perluasan perkebunan sawit

  • pembangunan di bantaran sungai

  • pertambangan

  • pembangunan infrastruktur di area rawan longsor



Di Aceh, perubahan besar terjadi di Ekosistem Leuser.
Di Sumatra Utara, proyek PLTA Batang Toru mempengaruhi kestabilan lereng.
Di Sumatra Barat, pembalakan liar menghilangkan fungsi hutan sebagai penyerap air.

“Ketika vegetasi hilang, air hujan langsung menjadi aliran permukaan dan berubah menjadi banjir bandang,” jelas Annisa.


Mitigasi Bencana yang Perlu Dilakukan

Para ahli menilai fase setelah air surut justru paling penting.
Langkah yang perlu dilakukan antara lain:

1. Pemulihan kawasan hulu DAS

  • reforestasi

  • pemulihan hutan lindung

  • memperkuat sabuk hijau

2. Peninjauan ulang izin pemanfaatan lahan

Terutama pembangunan di:

  • bantaran sungai

  • lereng rawan longsor

3. Perbaikan infrastruktur sungai

  • pengerukan sedimen

  • perbaikan drainase

  • zona resapan air

4. Pembangunan sistem peringatan dini

Terhubung dengan masyarakat desa dan sekolah.

5. Relokasi jika diperlukan

Untuk wilayah yang berada tepat di jalur banjir atau longsor.


Perlukah Status Bencana Nasional?

Menurut ahli kebencanaan UMS Prof. Kuswaji Dwi Priyono, pemerintah lambat menetapkan status ini sebagai bencana nasional.

Ia menjelaskan bahwa status bencana nasional tidak hanya dilihat dari banyaknya korban, tetapi dari:

  • kemampuan daerah menangani bencana

  • kebutuhan mobilisasi sumber daya nasional

  • dampak lintas provinsi

Bencana Sumatra 2025 berdampak pada tiga provinsi, memutus logistik, dan melemahkan layanan dasar.

Namun pemerintah pusat menilai penanganan masih dapat dilakukan di tingkat daerah dengan dukungan pusat, sehingga status belum dinaikkan.

Kuswaji menegaskan:

“Pertanyaannya bukan lagi apakah layak menjadi bencana nasional, tetapi apakah penanganan saat ini cukup untuk skala kerusakan yang terjadi.”






 

No comments: