Thursday, December 25, 2025

Detektif Rio dan Arsip Terlarang 1740




1. Pintu yang Tidak Tercatat

Ruang arsip itu tidak tercantum di denah mana pun.

Detektif Rio baru menemukannya setelah tiga hari menelusuri indeks kolonial yang tidak sinkron—nomor rak meloncat, tanggal tak berurutan, dan catatan pinggir yang sengaja dikaburkan tinta.

“Kalau arsipnya berantakan,” gumam Rio,
“biasanya ada sesuatu yang ingin dilupakan.”

Di balik lemari baja bertanda Administratie Diversen, terselip map lusuh bersegel lilin merah pudar.
Capnya hampir hilang, tapi Rio masih bisa membacanya:

Anno 1740 — Zeer Geheim
(Sangat Rahasia)


2. Ketakutan yang Dibuat-buat

Dokumen pertama bukan laporan pembantaian.

Melainkan laporan ketakutan.

Jumlah orang Tionghoa di Batavia meningkat pesat.
Mereka dianggap berpotensi memberontak.

Rio menghela napas panjang.

“Bukan bukti,” katanya lirih.
“Ini paranoia.”

VOC sedang bangkrut. Harga gula jatuh.
Pabrik-pabrik gula milik orang Tionghoa ditutup.
Ribuan buruh menganggur.

Masalah ekonomi, pikir Rio.
Lalu dicari kambing hitam.


3. Rencana Tanpa Nama

Rio menemukan memo internal Dewan Hindia.

Tidak ada kata pembantaian.
Tidak ada kata pembersihan.

Yang ada hanya frasa dingin:

Reductie van de Chineesche bevolking
(Pengurangan populasi Tionghoa)

Rio mengepalkan rahangnya.

“Mereka bahkan tidak mau menamai kejahatannya.”

Dokumen itu mencatat rencana deportasi paksa ke Ceylon dan Tanjung Harapan.
Namun di pinggir halaman, ada catatan tangan:

Jika terjadi resistensi, pasukan berwenang mengambil tindakan tegas.

“Tegas,” ulang Rio.
“Kata paling pengecut dalam sejarah kekerasan.”


4. 9 Oktober 1740

Tanggal itu dicoret berulang-ulang.

Laporan harian militer VOC mencatat:

Tembakan pertama dilepaskan setelah terdengar suara gaduh di kawasan Pecinan.

Rio tahu dari sejarah resmi:
disebut “kerusuhan”.

Namun arsip saksi mata berkata lain.

Rumah-rumah dibakar secara sistematis.
Pria, wanita, dan anak-anak dibunuh tanpa verifikasi.

Rio berhenti membaca.

Tangannya gemetar.

Ini bukan kerusuhan.
Ini operasi.


5. Sungai yang Berubah Warna

Satu laporan medis menarik perhatian Rio.

Banyak mayat ditemukan mengapung di Kali Angke.
Air berwarna gelap selama berhari-hari.

Rio menutup mata.

Kali Angke.
Nama yang sampai hari ini masih terdengar biasa—
padahal pernah menjadi kuburan terbuka.

Perkiraan korban dalam dokumen internal:
lebih dari 10.000 jiwa.

Namun laporan publik VOC hanya mencatat:

Beberapa ratus orang tewas akibat kerusuhan.

“Pemalsuan angka,” bisik Rio.
“Pembunuhan kedua… setelah pembunuhan fisik.”


6. Keuntungan dari Darah

Rio menemukan daftar properti yang disita.

  • Rumah

  • Toko

  • Gudang

  • Tanah

Semua diberi cap: Verbeurd verklaard
(disita negara)

“Ini bukan pembantaian spontan,” kata Rio pahit.
“Ini perampokan yang dilegalkan.”

VOC menutup defisit keuangan
dengan harta orang mati.


7. Arsip yang Disumpal

Di bagian akhir map, ada surat pribadi seorang pejabat VOC kepada istrinya di Amsterdam.

Tulisan tangannya bergetar.

Apa yang kami lakukan di Batavia akan menghantui kita selamanya.
Kota ini berdiri di atas jerit yang tidak akan tercatat.

Rio menatap surat itu lama.

“Inilah sebabnya arsip ini disembunyikan,” katanya.
“Bukan karena sejarah tidak tahu…
tapi karena sejarah malu.”


8. Kesimpulan Detektif Rio

Rio menyusun kembali semua dokumen.

Pembantaian 1740 bukan:

  • Kerusuhan etnis

  • Amukan massa

  • Insiden tak terkendali

Melainkan:

  • Kebijakan rasial

  • Operasi militer

  • Kejahatan ekonomi terencana

“Dan luka ini,” ujar Rio pelan,
“belum pernah benar-benar disembuhkan.”

Ia keluar dari gedung arsip saat senja turun.

Di luar, Kota Tua tetap ramai.
Kafe penuh tawa.
Wisatawan berfoto.

Namun di bawah batu-batu tua itu,
Batavia masih menyimpan jerit tahun 1740.

Dan Detektif Rio tahu:
tugasnya belum selesai.

@RSW




Free Image :
https://perchance.org/ai-text-to-image-generator

No comments: