Cerita : Narasi Gelap Nusantara

“Yang Dilupakan Akan Membalas dengan Ingatan Berdarah”

Spin-off: Vira Tirtoatmodjo — Bayangan Terlatih


Prolog: Pewaris yang Tidak Pernah Diakui

Namaku Vira Tirtoatmodjo, lahir bukan sebagai penerus, melainkan sebagai hasil sisa dari sejarah yang dibuang.

Ibuku adalah agen intelijen dari fraksi revolusi yang dikhianati. Ia dibunuh oleh lelaki yang mencintainya — Kolonel Iskandar Tirtoatmodjo, demi melindungi reputasi keluarganya.

Ayahku, Surya, adalah algojo diam-diam yang mengeksekusi ibu... tapi kemudian membelot. Ia menculikku dari asrama gelap program pelatihan anak yatim perang, lalu membesarkanku di tempat paling tak terbayangkan: “Lorong Telinga” — markas rahasia peninggalan jaringan Tali Gelap.



Bab 1: Lorong Telinga – Sekolah Bayangan

Lorong Telinga adalah fasilitas pelatihan psikologis rahasia di balik gua batu kapur di Pacitan. Di sanalah aku diajarkan oleh ayahku:

  • Mengenali trauma dari nada suara

  • Menciptakan luka emosional yang tak terdeteksi secara fisik

  • Menghipnotis lewat irama napas dan penempatan kata

  • Memprogram rasa bersalah kepada target agar bunuh diri tampak seperti kehendak mereka

Di umur 9 tahun, aku sudah bisa membuat seorang pria dewasa mengakui dosa yang tak pernah ia lakukan.
Di umur 12, aku memimpin simulasi pembunuhan yang tidak menyisakan jejak biologis.
Di umur 16, aku membaca partitur terakhir Felia Armawati dan mengerti bahwa suara bukan sekadar bunyi — tapi pemantik ingatan kolektif tersembunyi.



Bab 2: Simpul Tiga Kasus

Vira menyusun rencana pembalasan, tapi bukan pembunuhan semata. Ia menyebar “kode trauma” ke keturunan Tirtoatmodjo melalui:

  1. Simfoni Felia (Kasus Resonansi Terakhir)
    → Membuat Felia terobsesi dengan notasi yang membuka "ingatan bawah sadar kolektif".

  2. Rekayasa Identitas Edwin (Kasus Perjamuan Sunyi)
    → Membuat kepribadian pecah agar Edwin mengakui dosa keluarga yang terkubur.

  3. Pembunuhan Lintas Generasi (Kasus Darah Para Penerus)
    → Menargetkan garis keturunan yang memanfaatkan kekuasaan untuk menghapus sejarah ibunya.

Semua bukan demi dendam. Tapi untuk mengembalikan memori Nusantara yang dihancurkan oleh kekuasaan elit.


Bab 3: Koneksi Detektif Rio

Rio, tanpa sadar, adalah bagian dari eksperimen ini. Ia disusun sebagai “penyeimbang naratif” — penyelidik yang akan menggali kebenaran tetapi tak pernah cukup cepat menghentikan rencana Vira.

Surya, ayah Vira, pernah menjadi pengawal di unit awal Proyek LARENA, dan ia tahu Rio adalah satu dari sedikit subjek yang berhasil “ditanamkan identitas netral”.

“Rio akan menyelidiki. Tapi tak pernah menggagalkan. Karena ia percaya pada kebenaran — bukan sistem.”
– Surya, catatan terakhirnya.



Bab 4: Peta Darah Nusantara

Dari catatan Surya yang diwariskan ke Vira, diketahui ada 7 titik sejarah di Indonesia di mana “Narasi Gelap” berakar:

  1. Pacitan (Lorong Telinga) – pelatihan trauma psikis

  2. Trawas (Rumah Tirtoatmodjo) – rekayasa keturunan elite

  3. Jogjakarta (Studio Felia) – resonansi musik bawah sadar

  4. Kalimantan (Pohon Damar Putih) – resin pemicu halusinasi sejarah

  5. Sumatera Barat (Kuburan Tanpa Nama) – pembuangan korban politik

  6. Bali (Pusat Simulasi Ritual Kompensasi) – pengalihan energi kolektif

  7. Jakarta (Gedung Arsip Rahasia Negara) – pusat rekayasa sejarah formal

Vira punya satu tujuan:

Bangkitkan kembali sejarah asli Nusantara dari sisa luka psikologis. Dengan darah, bila perlu.



Bab 5: Percakapan Tanpa Suara

Rio akhirnya menyusul Vira, menyelinap ke markas bawah tanah di Sumatera. Mereka bertemu dalam ruangan penuh arsip tua.

Rio:

“Kamu membunuh orang-orang, Vira. Bukan menyembuhkan sejarah.”

Vira:

“Kamu pikir sejarah bisa sembuh? Ini bukan luka. Ini amputasi. Aku hanya menyalakan kembali sinapsi yang mati.”

Rio:

“Kalau begitu siapa kamu sebenarnya?”

Vira menyentuh dinding dan menyalakan rekaman suara Surya:

“Anakku bukan mesin balas dendam. Ia adalah jembatan. Karena yang berdarah... bukan cuma tubuh. Tapi bangsa.”



Bab 6: Akhir atau Awal

Rio akhirnya menahan Vira. Tapi sebelum pergi, ia membuka satu arsip terakhir.
Di dalamnya: Foto anak-anak dengan simbol LARENA — dan salah satunya... adalah dirinya sendiri.

Ia membeku.
Vira menatapnya dan berkata:

“Kamu dan aku, Rio. Kita bukan penyintas. Kita adalah percobaan yang berhasil.”


Epilog: Penerus Rahasia

Vira dikurung di fasilitas tertutup. Tapi ia tetap tersenyum dalam diam.

Dunia menyangka cerita telah usai. Namun di luar, tujuh anak didikan Lorong Telinga telah menyebar…
Dan mereka hanya menunggu kata sandi yang terucap dalam mimpi.


Semoga Menghibur.

@RSW


No comments: